Fluktuasi Kuantum dan Terciptanya Alam Semesta
Dalam membahas terciptanya alam semesta, tidak selalu mengenai penciptaan. Ada kalanya kita harus melihat dari kacamata sains dan mengenalkan apa yang dimaksud probabilitas atau kemungkinan. Karena alam semesta itu dinamis, kemungkinan apapun bisa terjadi termasuk alam semesta ada karena spontanitas.
Bila saya bertanya "Mungkinkah alam semesta terjadi dengan sendirinya?", jawabannya "Ya, mungkin saja". Disini saya juga tidak memaksakan kepercayaan masing-masing, semua bebas memilih apa yang layak untuk diyakini, diambil positifnya aja ya.
Saya berkata demikian bukan tanpa alasan yang logis dan jelas, melainkan jika melihat probabilitas alam semesta, itu semua mungkin dan bisa terjadi. Namun, itu semua kembali kepada keyakinan masing-masing dalam memandang alam semesta yang maha luas ini. Melalui tulisan ini, saya hanya memberikan bukti bahwa alam semesta itu bisa terjadi dengan sendirinya—spontan.
Seperti yang kita ketahui bahwa alam semesta bermula dari ledakan besar atau Big Bang, inflasi ruang dan waktu sekitar 13,8 milyar tahun lalu. Setelahnya, alam semesta itu hanya dipenuhi dengan materi, anti-materi, dan radiasi dan akhirnya mendingin dan terus berekspansi seperti sekarang ini.
Tapi, ada fase dimana alam semesta itu diisi oleh energi vakum, energi yang melekat pada struktur ruang alam semesta itu sendiri. Namun, bila dipikirkan lagi, Big Bang lah yang memunculkan alam semesta—alam semesta muncul dari Big Bang. Maka, apa penyebab terjadinya Big Bang?.
Menurut para fisikawan, Big Bang itu bisa muncul secara probabilistik, secara acak, muncul dengan sendirinya—spontan melalui fluktuasi kuantum ataupun keruntuhan singularitas. Big Bang merupakan permulaan waktu, munculnya ruang serta terciptanya materi dan energi.
Banyak diantara kita yang menanyakan "Ada apa sebelum Big Bang?", dengan Big Bang merupakan permulaan waktu yang berarti t=0, sama artinya dengan kita menanyakan "Ada apa sebelum t=0?". Jadi, bisa dibilang pertanyaan tersebut tidak bermakna.
Sebagian fisikawan menduga (berhipotesis) bahwa Big Bang merupakan awal mula alam semesta, namun bukan titik permulaan ruang-waktu. Ruang-waktu itu sendiri akan selalu ada dalam bentuk fluktuasi pada level kuantum, sering disebut juga dengan fluktuasi kuantum.
Fluktuasi kuantum - gif: wikipedia |
Secara umum, setiap sesuatu yang 'ada' membutuhkan kondisi awal, disisi lain bisa juga kondisi awal tersebut tidak diketahui dikarenakan tidak memiliki penjelasan—tidak lengkap tentang apa (bagaimana, bentuk) kondisi awal tersebut.
Hanya beberapa teori yang menjelaskan mengenai fluktuasi kuantum sebagai awal mula terciptanya alam semesta dari ketiadaan. Melalui paper milik Dongshan He, Dongfen Gao, Qing-yu Cai yang berjudul
"Spontaneous creation of the universe from nothing", yang menjelaskan
bahwa sebuah ketiadaan bisa menghasilkan sesuatu yang ada—exist. Berikut link paper sekaligus perhitungan matematis.
Hal yang sama dilakukan pula oleh Tryon, yang beranggapan bahwa alam semesta kita ini terbentuk secara
spontan dari ketiadaan (spontaeous created from nothing 'ex nihilo'). Atau bisa kita sebut dengan CEN (Creatio ex Nihilo).
Untuk menjelaskan teori CEN ini, sudah ada route-line (gambar dibawah) yang mulanya terdiri dari 2 baris. Baris pertama mengidentifikasi (dan menggunakan) teori Big Bang sebagai permulaan alam semesta. Sedangkan pada baris kedua, terdapat teori CEN dengan ketiadaannya (nihil).
Sama halnya seperti CEN, kita tidak mengetahui bagaimana Big Bang ini terjadi—dimulai dari keadaan yang tidak diketahui. Lalu disusul dengan Big Crunch dengan kondisi awal yang panas dan sangat padat, dengan akhir keruntuhan singularitas.
Disisi lain, CEN, berasumsi bahwa dari ketiadaan (nothingness) tersebut dapat menghasilkan sebuah 'informasi' yang dijelaskan melalui SSB (Spontaneous Symmetry Breaking). Setelah informasi ini terbentuk, maka disusunlah skema di atas sebagai contoh untuk menggabungkan CEN dengan Big Bang.
Pada gambar di atas terdapat dua titik temu, satu pada titik A dan satunya lagi pada titik B. Apa perbedaannya?.
Bila ditinjau dari titik titik A, keduanya akan bergabung melalui konversi 'informasi' ke energi (ledakan Big Bang). Bila ditinjau dari pada titik B (tanpa melewati titik A), atau dapat dikatakan sebagai alternatif atau jalan lain yang mana dalam keadaan ini munculah gaya dan dynamicity secara alami. Setelah salah satu dari kedua titik penggabungan (baik di titik A ataupun B), alam semesta akan berlanjut atau continue mengikuti model dari teori Big Bang.
- Permulaan Alam Semesta
Sekali lagi (mengulang pernyataan sebelumnya), untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas kita harus memundurkan waktu dimana alam semesta belum dipenuhi oleh partikel, antipartikel, dan radiasi—sebelum mendingin dan mengembang seperti sekarang ini. Ada masa dimana alam semesta hanya diisi oleh energi vakum, energi yang melekat pada struktur ruang, bisa dibilang sebagai 'energi bawaan'.
Selanjutnya, alam semesta berinflasi kurang dari 1s atau sekitar 10-36s. Dengan mengembangnya alam semesta secara eksponensial (tiba-tiba) kita bisa memperkirakan atau menentukan laju ekspansi alam semesta, karena setiap detik partikel yang ada di ruang vakum saling bergerak satu sama lain, dengan begini kita akan mendapatkan alam semesta yang teramati (Observable Universe).
Dan pada saat inflasi ini berakhir, seluruh energi yang ada (melekat pada ruang angkasa) terbagi-bagi menjadi (seperti) materi, anti-materi, dan radiasi. Sehingga, alam semesta dapat terus mengembang mengikuti Model Standart Hukum Fisika seperti sekarang ini.
- Quantum Foam
Sejatinya, alam semesta itu probabilistik dan tidak terduga, untuk memahaminya dibutuhkan ilmu yang memadai juga. Alam semesta tidak hanya diidentik dengan benda-benda yang berukuran besar, tetapi juga ada 'sesuatu' yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Disinilah kuantum bekerja, quantum field yang bertanggung jawab atas inflasi alam semesta. Didalam persoalan kuantum, semuanya 'hampir' tidak bisa dipastikan keakuratannya (tidak pasti), karena selalu berubah-ubah setiap waktu. Nah, disinilah Fluktuasi Kuantum ada, melekat pada quantum field.
Fluktuasi kuantum ini ada pada skala subatomik—lebih kecil dari atom, fluktuasi kuantum ini memiliki partikel virtual, yaitu: partikel dan antipartikel yang keduanya bisa ada dalam waktu yang singkat, apabila mereka saling bertemu parikel-antipartikel ini akan saling menghilangkan satu sama lain (anihilisasi). Sama halnya dengan fluktuasi kuantum, bisa ada secara tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba juga (dalam waktu yang singkat).
Quantum foam - credit: NASA.gov |
Karena akibat dari fluktuasi kuantum juga memunculkan quantum foam, yang didalamnya terdapat gelembung dengan ukuran (setara dengan) skala Plank, yaitu 10-35m. Namun, karena masih tergolong false vacuum, terdapat kemungkinan dari adanya gelembung kuantum ini:
- Gelembung tersebut akan segera hilang.
- Gelembung tersebut akan terus membesar dan mengembang tanpa reverse process sehingga terbentuklah semesta.
Kalau kita meninjau dari paper milik Dongshan He dan kawan-kawannya, dengan menggunakan salah satu solusi persamaan Wheeler-DeWitt yang mengizinkan sebuah gelembung vakum yang muncul akan berpotensi membentuk alam semesta.
Dari salah satu solusi persamaan Wheel-DeWitt juga didapatkan fenomena diatas dapat terjadi pada jenis-jenis kurvatur alam semesta, baik itu model alam semesta terbuka, tertutup dan datar. Mereka juga menghitung sebuah variabel yang bernama quantum potential, pengaruhnya hampir mirip dengan Konstanta Kosmologi.
Pengaruh seperti apa yang Konstanta Kosmlogi diberikan?. Pada awal terbentuknya alam semesta, materi mendominasi penyusun atas alam semesta itu sendiri, sehingga ekspansi alam semesta cenderung konstan. Namun, setelahnya alam semesta didominasi oleh Konstanta Kosmologi yang membuat alam semesta terus mengalami ekspansi secara eksponensial seperti sekarang. Dengan demikian, mereka bisa menghasilkan alam semesta yang stabil.
Dengan kata lain, potensial kuantum memberi 'kekuatan' untuk membuat gelembung tadi membesar dan berekspansi. Melalui salah satu solusi persamaan Wheel-DeWitt pula, juga menghasilkan true vacuum, dan dipadukan dengan quantum trajectory—De Broglie-Bohm theory yang membuahkan sebuah ide bahwa fluktuasi kuantum muncul secara probabilistik. Dan terus mengembang hingga ukuran tertentu, lalu berhenti berekspansi.
Jadi, alam semesta itu awalnya tidak benar-benar kosong atau berawal dari ketiadaan (nothingless), fluktuasi kuantum akan selalu ada bersamaan dengan ruang. Dengan meilhat Meninjau keberadaan fluktuasi kuantum dapat dibuktikan dengan persamaan dari Prinsip Ketidakpastian Heisenberg mengenai energi.
Bila dilihat pada gambar ke-1 dengan mengurangi konstanta plank, h/2 dengan sebagai ketidakpastian energi yang berarti partikel berpeluang muncul, dan merupakan rentang waktu partikel tersebut ada sebelum menghilang. berpengaruh pada lama waktu partikel tersebut bisa ada, bila energi yang dimiliki cukup besar, maka rentang waktu partikel tersebut juga semakin lama dan begitu pula sebaliknya. Untuk h/2, dengan nilai h = 1.054 x 10-34 m2kg/s * 1/2, sudah bisa dipastikan bahwa hasilnya pasti sangat kecil. Nah, dengan demikian ukuran-'nya' tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, atau bisa kita anggap bahwa "sesuatu yang tidak terlihat bukan berarti tidak ada". Sama seperti dunia kuantum ini.
Referensi :
- Spontaneous creation of the Universe Ex Nihilo
- Fluktuasi Kuantum, Melahirkan Alam Semesta Secara Spontan
- Spontaneous Symmetry Breaking
- Quantum Information
- Quantum field theory
- This is How Quantum Physics Creates the Largest Cosmic Structures of All
- Inflasi (kosmologi)
- Busa kuantum
- Prinsip ketidakpastian Heisenberg
- Thumbnail : Space galaxy